Langsung ke konten utama

Proses Penulisan Buku “Mau Menjadi Lebih Baik” hingga Diterbitkan!


        Ada banyak yang bertanya tentang bagaimana agar karya kita bisa diterbitkan atau bagaimana prosesnya dan berbagai hal terkait dengan penulisan buku. Sebenarnya, ada banyak sekali penulis hebat yang bisa menjadi rujukan teman-teman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, karena pengetahuan dan pengalaman saya dalam dunia kepenulisan pun masih sangat terbatas. Lagi pula, buku ini juga baru karya pertama dan perdana diterbitkan. Namun saya akan mencoba untuk berbagi cerita penulisan buku “Mau Menjadi Lebih Baik” berdasarkan pengalaman yang saya lakukan kemarin.  Semoga ada manfaat yang bisa diambil.Proses Penulisan Buku “Mau Menjadi Lebih Baik” hingga Diterbitkan!

Mengapa mau jadi penulis?

Sumber: Buku Menjadi Lebih Baik (2020:70)

         Sebelum memulai tentang proses penulisan buku, saya pikir penting untuk berbagi niat atau tujuan saya mengapa ingin menulis. Sama halnya dengan bagian awal buku yang kerap kali diawali dengan kata pengantar yang berisi maksud penulis menuliskan buku tersebut, sehingga pembaca bisa lebih memahami apa yang menjadi tujuan dan harapan penulis.

Sejak kecil sebenarnya pikiran saya sering direcoki dengan pertanyaan, “Kenapa saya hidup di dunia ini? Untuk apa saya hidup di dunia ini? Apa yang bisa saya lakukan di dunia ini?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus berlarut-larut ada dalam pikiranku. Lalu, ketika masuk SMA (jika tidak salah ingat), saya membaca sebuah quote dari Imam Al-Ghazali. Katanya, “Jika kamu bukan anak Raja, bukan pula anak Ulama Besar, maka jadilah Penulis”. Kata-kata itu mungkin sudah sering kita dengar, namun itu kali pertama kali saya mendengar kalimat tersebut yang bagiku begitu Powerfull. Kenapa? Karena rasanya quote itu menjadi jawaban dari pertanyaanku selama ini akan tujuan dan peran hidupku.

Pikiranku lalu mencoba untuk membedahnya. “Jika kamu bukan anak Raja”, Raja identik dengan kekuasaan, kekayaan, dan status sosial yang tinggi di masyarakat. Dan tentu saya tidak memiliki itu. Saya berasal dari kalangan biasa dan keluarga yang sederhana. Lalu dilanjutkan dengan kalimat “Bukan pula anak Ulama Besar”, Ulama dikenal dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya, kemasyurannya, dan merupakan sosok yang di dengarkan oleh masyarakat banyak. Dan tentu saja, saya pun tidak termasuk golongannya. Ditambah, saya anak yang sangat pendiam dan pemalu, mengungkapkan sesuatu dalam kepalaku saja rasnya begitu sulit. Lalu, Imam Al-Ghazali melanjutkan, “Maka jadilah Penulis”.  Nah, ini dia jawabannya. Lucunya, saya merasa seolah Imam Al-Ghazali sedang berbicara denganku lewat quote ini (hahaha).

Saya pikir, di satu sisi saya memiliki berbagai keterbatasan saat itu, namun di sisi lain saya juga ingin bisa bermanfaat, maka langkah yang saya bisa ambil adalah dengan mengambil peran menjadi penulis. Dengan menulis saya bisa berbagi banyak hal pada orang-orang, dan dengan tulisan itu saya berharap bisa berbagi ilmu dan manfaat kepada para pembaca. Sama halnya ketika saya membaca buku karangan orang lain, saya bisa tersenyum, mengangguk-ngagguk, hingga bahkan bisa mengubah pola pikir menjadi lebih positif. Itu pulalah yang saya harap bisa saya bagi kepada orang-orang lewat aksara yang tidak akan pernah lekang oleh waktu meskipun penulisnya sudah tiada.

 Bagaimana proses menulis bukunya?

Sumber: Instagram @sucifitrahsyari (Arsip)

            Prosesnya cukup panjang, tetapi saya akan mencoba untuk menjelaskan secara step by step agar lebih mudah dipahami.

Pertama, menetapkan target. Tahun 2018, saya punya dua target yang ingin sekali saya bisa wujudkan yaitu menyelesaikan skripsi (kuliah) dan menyelesaikan buku. Lalu, saya mulai membuat perencanaan. Waktu itu, saya masih ingat menuliskannya di secarik kertas beserta batas waktunya dalam sebuah acara Pelatihan (Forum Indonesia Muda), karena memang saat itu kami sedang dipandu untuk membuat impian dan hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya. Ada pertanyaan menarik dalam pelatihan tersebut yang juga ingin saya bagikan dan bisa dicoba oleh teman-teman. Pertanyaannya adalah, “Apa yang akan kamu lakukan pertama kali ketika akan mewujudkan impianmu?”. Saat itu saya menuliskan jawaban yang intinya, “Hal pertama yang saya lakukan untuk mewujudkannya adalah ketika pulang nanti saya akan minta doa Ibu untuk mendoakan impianku”. Saya sangat percaya, bahwa doa orangtua itu punya pengaruh yang luar biasa dalam setiap impianku, karena ridho orangtua itu juga merupakan ridho Allah. Maka saya selalu berbagi impian terutama dengan ibu, sehingga beliau bisa mendoakannya. Teman-teman yang belum mencobanya, silahkan dicoba, ikhtiar dibarengi doa orangtua itu sungguh luar biasa.

 


Sumber: Instagram @sucifitrah syari (Arsip/contoh tulisan dari salah satu peserta tentang jurnal impian)

Saya mencoba untuk fokus dengan dua target ini. Proses penulisan buku harus bisa selesai sebelum jadwal ujian tutup, karena saya ingin memberikan karya tersebut sebagai hadiah untuk orangtua, dosen, dan teman-teman di Organisasi yang sudah mendukung proses yang kujalani selama ini.

Kedua, mulai menulis. Dalam menulis buku, saya biasanya melakukan selang-seling, misalnya hari ini menulis skripsi, besok menulis buku, dan seterusnya. Dalam proses tersebut, saya sempat mengalami writing block. Saya bingung apa yang ingin saya tulis. Hal yang saya lakukan saat itu adalah mengambil jeda beberapa hari dengan istirahat penuh. Pergi ke Pantai sambil mendengar desiran ombak itu sangat membantu membuat rileks otak setelah dipacu untuk terus berpikir. Selain itu, saya juga sempat menunda untuk mengurus waktu ujian tutup, karena naskah buku masih belum rampung. Saat itu, mungkin ada sekitar empat atau lima laptop yang saya gunakan untuk menulis skripsi maupun naskah, karena saya tidak memiliki laptop ketika kuliah, sehingga harus meminjam laptop teman-teman yang sedang tidak digunakan. Hal itu juga menjadi salah satu penghambat dan tantangan penulisan naskah.

Sumber: Instagram @sucifitrahsyari

Selang beberapa bulan, akhirnya naskah berjumlah sekitar 100 halaman selesai. Mungkin sekitar 50-60 halaman untuk ukuran kertas A4 (pada lembar kerja word). Setelah naskahnya selesai, saya meminta tolong seorang teman untuk membacanya sekaligus editing (Makasi Kak Satrio). Selain itu, saya juga meminta teman yang lain untuk membuat cover dan layout buku (Makasi Kak Saipul). Judul buku itu adalah “Tuhan, Aku Rindu”.

Ketiga, cetak. Menjelang ujian tutup saya mulai mencari percetakan dan penerbitan buku. Namun sayangnya, sangat susah mencarinya waktu itu, karena bisnis penerbitan buku memang belum menarik di Kota Palu. Akhirnya, saya mendapat info untuk mengurus percetakan dan penerbitan di Kampus. Namun, karena mendapat saran dari teman untuk tidak menerbitkannya di Kampus dan mencoba memasukkan ke Penerbit besar, saya pun memutuskan untuk cukup mencetaknya saja.


Sumber: Instagram @sucifitrahsyari (Arsip)

Alhamdulillah, sesuai rencana awal, buku itupun bisa menemani saya ketika ujian tutup kuliah sekaligus menjadi hadiah kecil dan bukti/langkah dimana saya ingin mengambil peran.

Keempat, menulis lagi. Saya mulai mencari berbagai Penerbit beserta persyaratan yang mereka berikan bagi penulis yang ingin menerbitkan naskahnya. Rata-rata penerbit mensyaratkan 100-150 halaman A4 (tiap penerbit berbeda-beda, jadi silahkan diriset terlebih dahulu). Artinya, naskahku saat ini masih sangat kurang. Saya lalu mencoba untuk mulai menulis kembali agar naskahku bisa dimasukkan ke Penerbit. Jujur saja, untuk menyelesaikan naskah ini saya butuh waktu hingga hampir dua tahun, karena saya tidak memiliki target waktu tertentu seperti sebelumnya. Selama menulis naskah ini, saya sedang hidup nomaden – berpindah dari satu kota ke kota lain. Keadaan itu saya manfaatkan untuk melihat fenomena, melatih kepekaan di sekitar, dan mengumpulkan berbagai memori juga hikmah.

Lalu, saya mulai menetapkan target waktu – sebelum pulang kampung saya harus sudah mengirim naskah ke Penerbit. Untuk bisa memacu dalam menulis dan menambah ilmu, saya mengikut dua kelas menulis. Kelas pertama yang saya ikuti dimentori oleh mentor yang keren, hanya saja memang saya yang belum bisa fokus dan masih banyak terbuai saat itu. Kelas kedua, saya mengambil kelas privat selama dua bulan dan di mentori oleh Mas Dwi Suwiknyo (Penulis Buku Ubah Lelah Jadi Lillah). Saat itulah saya mulai berpacu untuk menyelesaikan naskah buku. Waktu yang mepet, biaya course yang lumayan bagi saya (maklum masih pengangguran), ditambah sistem pengajaran yang mengutamakan kemandirian (kalau tidak ada naskah yang ditulis, maka tidak ada feedback dari mentor, rugi sekalikan kalau tidak menulis), berbagai hal ini akhirnya mampu membuat saya bisa merampungkan naskah hingga memenuhi persyaratan penerbit


Sumber: Email Pribadi

Saat itu, judul buku saya direvisi karena rasanya sudah terlalu mainstream dan saya memilih judul “Mau Menjadi Lebih Baik”, sebagaimana setiap orang juga tentu punya keinginan untuk menjadi baik. Ada banyak part yang direvisi di buku ini, karena perlu menyesuaikan dengan judul buku, sehingga buku ini memiliki banyak perbedaan dan perbaikan dibanding sebelumnya. Saya juga sangat berterima kasih ke Mas Dwi yang sudah berbagi banyak ilmunya dan mementori dengan sabar.

Bagaimana proses penerbitan buku?

Saya mencoba riset ke beberapa Penerbit baik mayor maupun minor. Saya juga men-DM akun media sosial Penerbit apabila ada hal yang lebih lanjut ingin saya tanyakan. Selain itu, saya juga bertanya ke orang yang jauh lebih berpengalaman yaitu mentor menulisku. Ada beberapa masukan termasuk dalam memilih Penerbit. Kita harus tahu genre buku yang dibuat dan Penerbit yang cocok dengan genre tersebut.  Genre buku “Mau Menjadi Lebih Baik” adalah motivasi islami sehingga cocok dengan Penerbit Quanta (Elex Media Komputindo). Saya lalu mecari persyaratan-persayaratan dalam mengirim naskah ke Quanta. Teman-teman bisa melakukan hal yang sama dengan melakukan riset termasuk bisa DM ke media sosial Penerbit yang teman-teman tuju. Naskah yang dikirim ke Penerbit merupakan naskah versi terbaik yang kita buat, agar peluang lolosnya pun besar. Buat sebaik mungkin sehingga enak untuk dibaca dan minimalisir kesalahan ejaan dan pengetikan.

Sumber: Email pribadi

Saya melampirkan naskah buku secara lengkap mulai dari halaman judul, prakata penulis, daftar isi, isi, daftar Pustaka, profil penulis, dan sinopsis sesuai dengan persyaratan di Quanta. Saat mengirim naskah, sebaiknya jangan menggunakan sistem tebar jaring, tetapi selesaikan satu persatu. Jika Penerbit pertama sudah membalas dan menolak naskah kita, maka boleh lanjut ke list Penebit berikutnya. Hal ini agar teman-teman tidak kelabakan ketika ada lebih dari satu Penebit yang ingin menebitkan naskah kita. Selain itu, berdasarkan riset yang saya baca dari beberapa blog, sistem tebar jaring ini bisa membuat nama kita di blacklist dari Penerbit yang kita tolak (mungkin karena mereka sudah meluangkan banyak waktu untuk membaca naskah kita dan mendiskusikannya dengan tim untuk diterbitkan).

Untuk waktu konfirmasi dari penerbit bisa berkisar 3-6 bulan, karena ada banyak antrian naskah, namun bisa saja lebih cepat dari itu. Itulah yang jadi tantangan ketika ingin menerbitkan buku di Penerbit mayor, harus bisa lebih sabar dan legowo ketika sudah menunggu, namun ternyata naskahnya ditolak. Sebaiknya tidak menaruh espektasi tinggi di awal, sehingga jika memang ditolak kita bisa kembali mengirimnya ke Penerbit lain (mungkin naskah kita memang belum cocok di Penerbit tersebut, lagipula ada banyak kisah penulis hebat yang juga sering mendapat penolakan, namun berakhir best seller). 

Sumber: Email pribadi

Saya mengirim email ke Penerbit pada 8 Februari 2020, dibalas untuk ditinjau pada 11 Februari 2020, dan konfirmasi naskah akan diterbitkan pada 18 Maret 2020. Alhamdulillah jedanya tidak terlalu lama. Selanjutnya, penulis akan diminta melengkapi syarat administrasi (KTP, NPWP, dan Buku Rekening). Penerbit akan melakukan editing dan layout naskah dan hasilnya akan diberikan ke penulis dalam bentuk softfile untuk di cek kembali sebelum naskah dicetak. Penulis juga akan diberikan beberapa opsi cover buku untuk dipilih. Jika naskah sudah memuaskan, maka buku akan siap cetak. Penulis juga akan diberikan kontrak.

Sumber: Instagram @elexmedia

Buku “Mau Menjadi Lebih Baik” cetak perdana pada 12 Mei 2021. Proses naskah diterima hingga naik cetak memang cukup panjang. Sepertinya setiap naskah buku yang diterbitkan oleh Penerbit Mayor akan dicetak seribu eksampler dan akan disebar ke Toko-Toko Buku Gramedia di seluruh Provinsi Indonesia. Penulis juga bisa meminta daftar distrubisi buku di tiap daerah.

Itu beberapa hal penting yang bisa saya bagikan ke teman-teman. Semoga bisa membantu, khususnya bagi teman-teman yang sedang menulis karya dan ingin menerbitkannya ke Penerbit Mayor. Semangat 😊

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Januari: Tentang Kehilangan

  Di awal tahun 2024, Allah memberi salah satu pelajaran begitu berharga. Lewat ujian kehilangan. Ini menjadi pengalaman yang akan begitu membekas buatku. Seingatku, ini kali pertama aku menyaksikan tiga orang meninggalkan dunia, di dalam sebuah ruangan yang disebut ICU. Ruangan yang penuh monitor dengan suara teratur. Namun, bisa membuat dada sesak, saat suaranya mulai intens berbunyi. Monitor itu menunjukkan denyut nadi, nafas, tekanan darah, dan suhu seorang pasien. Di tengah ruangan, ada para petugas medis yang akan memantau dan sigap apabila ada tanda tidak beres dari monitor-monitor para pasien.             Jarak antara pasien yang satu dengan yang lain cukup dekat. Hanya ada gorden yang menjadi pembatas. Namun, gorden itu tidak ditutup sepenuhnya, agar tidak menghalangi petugas medis yang ingin memantau monitor. Untuk itu, aku bisa menyaksikan pasien dan keluarganya yang ada di sebelah ataupun di depanku.             Di malam pertama saat berjaga di ruang ICU, aku bisa men

Motivasi untuk Terus Belajar: Kids, This Is Your Mom

Sejak SMA aku punya impian, sebelum menikah, aku ingin menyelesaikan studi S2 terlebih dahulu. Motivasiku saat itu, salah satunya adalah, karena aku ingin menjadi teladan untuk anakku kelak dalam hal pendidikan. Bahwa terus belajar adalah hal penting dalam kehidupan. Ilmu menjadi cahaya dalam bertutur dan berbuat. Keberkahan ilmu akan tercerminkan dari sikap seseorang. Paling tidak, “Semangat Belajar” itu ingin kutumbuhkan dan semoga bisa menjadi inspirasi untuk ia kelak.  Pengetahuan tidak hanya melulu bicara tentang bangku sekolah ataupun perkuliahan, namun memuat berbagai hal yang menjadi bagian dari proses belajar, tumbuh, dan berkembang. Dalam perjalanan mencapai cita-cita misalnya, ada berbagai pengalaman baru yang dilalui, dan kadang kala membuat takut. Namun keberanian itu kerap kali muncul, salah satunya diilhami dari “peran” sebagai seorang perempuan yang kelak akan menjadi Ibu, madrasah pertama untuk anak-anak, jadi sumber pertanyaan mereka. Untuk itulah, aku perlu untuk m

Yogyakarta: Tour Perpus UGM

Selama kuliah, mayoritas waktuku diisi di Perpustakaan dibanding di dalam kelas. Kuliah empat semester jarak jauh. Sementara semester sisanya untuk penelitian dan mengerjakan tesis di Perpus. Fasilitas di Perpus UGM sangat beragam. Ada banyak fasilitas yang disediakan untuk mahasiswa. Juga ada banyak ruangan yang tersedia untuk mengakses berbagai layanan, mulai dari akses buku, jurnal, maupun tugas akhir kuliah. Sementara itu, di luar ruangan ada banyak spot tempat duduk yang disediakan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Mulai dari meja panjang untuk ruang diskusi sampai meja yang tampaknya cocok untuk para introvert atau mahasiswa yang ingin fokus mengerjakan tugasnya sendiri. Ada juga kantin, loker, toilet dan mushola yang tersedia di setiap lantai, ruangan yang biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan/seminar, juga spot bermain anak/balita. Waktu buka Perpus dari Hari Senin-Jum`at (08.00 pagi sampai 08.00 malam). Di hari Sabtu, buka sampai jam 12.00 siang. @perpustakaan_ugm Pe